Perang Kepulauan Falkland atau Malvinas adalah rangkaian pertempuran laut yang paling besar dan panjang sejak perang Pasifik di masa Perang Dunia II. Perang yang disebut Operasi BERSAMA oleh Inggris, berlangsung selama lima bulan, dan melibatkan operasi-operasi amfibi yang terpenting sejak pendaratan Incheon pada 1950, saluran pipa logistik sepanjang lebih dari 10.000 km, dan daerah pertempuran musim dingin yang jauhnya 5.300 km. dari pangkalan bersahabat terdekat dekat Pulau Ascension.
Klaim Argentina atas Kep. Falkland (yang disebutnya Malvinas), didasarkan semata-mata pada kedekatan ke daratan Argentina dan apa yang disebutnya sebagai "warisan" kedaulatan dari pemerintahan Spanyol yang gagal pada 1810. Klaim ini mempunyai makna emosional penting bagi rakyat Argentina, dan telah selama beberapa generasi menjadi bagian kurikulum sejarah di sekolah negeri. Motivasi sesungguhnya bagi invasi Argentina pada April 1982 itu lebih disebabkan oleh ancaman yang dirasakan oleh junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri yang berkuasa: ketidakstabilan internal di Argentina yang mengancam pemerintahan diktaturnya. Galtieri membutuhkan pengalihan perhatian yang mempersatukan, konflik luar untuk mengalihkan publik dan mempertahankan kontrol di dalam negeri.
Awal peperangan
Pada 19 Maret 1982, Argentina membuka konflik dengan mendaratkan 30 kapal rongsokan di Pulau Georgia Selatan dan mengibarkan bendera Argentina. Esok harinya, kapal HMS Endurance dikirim dari Stanley dengan setengah dari pengawal Falklands di dalamnya - 22 Marinir Kerajaan dan seorang letnan. Mereka diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal rongsokan itu kembali ke Argentina. Endurance tiba pada 23 Maret dan para marinir itu mendarat. Pada 26 Maret, 100 pasukan Argentina tiba lewat laut, konon untuk menyelamatkan kapal-kapal mereka. Pasukan Inggris yang kalah besar jumlahnya mengamati pasukan Argentina hingga 3 April, ketika Marinir Kerajaan di Georgia Selatan menyerah setelah jatuhnya Stanley.
Pengalihan serangan ke Georgia Selatan oleh Argentina merupakan kejutan, dan memberikan alasan bagi invasi 2 April di Pulau Falkland Timur dan direbutnya Stanley. Pasukan-pasukan tambahan Argentina tiba secara teratur dan dalam tempo 24 jam lebih dari 4000 pasukan Argentina mendarat di pulau-pulau itu.
Jawaban Inggris
Pada 12 April, Inggris mengumumkan Zona Eksklusif Maritim 200 mil di sekitar pulau-pulau itu, dengan maksud memperlemah pasokan Argentina dan upaya-upaya memperkuat pasukannya. Tiga kapal selam penyerang nuklir Inggris memperkuatnya sampai tibanya gugus tugas atas air tiga minggu berikutnya. Sementara kapal-kapal selam itu terus melakukan operasi-operasi blokade sementara, 65 kapal Inggris dikirim ke Falklands pada akhir April: 20 kapal perang, 8 kapal amfibi, dan 40 kapal logistik dari Pasukan Tambahan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Laut Perdagangan. Gugus tugas Inggris membawa 15.000 orang, termasuk kekuatan pendaratan yang terdiri atas 7000 Marinir Kerajaan dan tentara. Kapal-kapal logistik membawa bekal untuk pertempuran selama sekitar tiga bulan.
Akhirnya, pada 25 April, sebuah kelompok aksi atas air Inggris yang terdiri atas dua kapal perusak, enam helikopter dan 230 pasukan menaklukkan pasukan pengawal Argentina yang jumlahnya 156 orang di Georgia Selatan.
Gugus tugas AL Kerajaan tiba di timur Falkland pada 1 Mei. Rencananya adalah membangun keunggulan laut dan udara dengan memikat kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Argentina keluar dari daratan dan menghancurkan mereka, diikuti dengan pendaratan amfibi di Stanley. Dua kapal selam penyerang Inggris ditempatkan di utara Falklands untuk mengamati kapal-kapal Inggris dalam menghadapi gugus tugas AL Argentina yang utama dan kapal induk Veinticinco de Mayo, yang telah beroperasi di wilayah itu sejak 20 April. Kapal selam ketiga ditempatkan di selatan Falkland untuk memantau Exocet yang dipasang di kapal penjelajah Argentina General Belgrano dan dua kapal perusak yang mendampinginya. Kapal selam Inggris HMS Conqueror mentorpedo dan menenggelamkan General Belgrano, yang kehilangan 368 dari 1042 awaknya. Gugus tugas Argentina di utara kembali ke pangkalan dan tetap tinggal di sana hingga perang berakhir. De Mayo menurunkan pesawat-pesawat A-4nya yang beroperasi dari pangkalan-pangkalan lepas pantai hingga perang usai.
Serangan udara dari pangkalan-pangkalan di Argentina terhadap kappal-kapal Inggris sering terjadi selama perang. Meskipun memiliki pertahanan AAW ("anti-air warfare" - peperangan anti serangan udara) yang canggih serta menggunakan Sea Harriers yang cukup sukses dalam pertahanan udara ke udara, AL Inggris hanya bertahan dalam menghadapi kekuatan udara Argentina. Serangan pesawat Argentina menghantam sekitar 75 persen dari kapal-kapal Inggris dengan bom. Namun hanya tiga kapal perang Inggris (satu perusak dan dua fregat) serta dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak berat oleh bom. Kapal-kapal Inggris lainnya yang tenggelam, satu kapal perusak (HMS Sheffield) dan satu kapal pemasok, dihantam oleh misil Exocet. AL Inggris berhasil menghancurkan lebih dari setengah dari 134 pesawat tempur Argentina selama perang dengan menggunakan kombinasi perang listrik, Harriers, misil darat ke udara, dan artileri anti pesawat udara.
Perang diakhiri dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982, setelah tiga minggu operasi amfibi Inggris dan operasi darat mereka di Pulau Falkland Timur.
Sebab-sebab kekalahan Argentina
Selain kurangnya kesatuan di antara bangsa Argentina, juga terdapat jarak sosial yang lebar antara perwira, perwira administratif dan para wajib militer (wamil). Para wamil berdinas satu tahun atau kurang di ketentaraan. Ketika perang meletus, “sebagian besar angkatan 1962 (tahun lahir mereka) sudah dikirim pulang, sementara angkatan 1963 belum … mendapatkan pendidikan dasar sekalipun.” Lebih jauh, kebanyakan dari wamil yang tidak terlatih berasal dari provinsi-provinsi utara yang beriklim tropis dan sama sekali tidak siap untuk menghadapi “kondisi-kondisi mengerikan dan musuh yang terlatih baik serta lengkap persenjataannya.”
Marinir Kerajaan secara rutin berlatih di rawa-rawa Dartmouth Moors dan telah menyelesaikan manuver-manuver tahunan di lingkungan kutub di Norwegia pada April 1982. Pasukan komandonya berlatih di dataran-dataran dingin di Salisbury dan baru saja kembali bertugas di Irlandia Utara. Salah seorang pasukan komando berkata, “Saya mulai dengan kelas yang terdiri dari 83 orang dan hanya 11 dari kami yang selesai. Kami tahu bahwa kami adalah pasukan terbaik di dunia ketika selesai dengan latihan itu.” Yang lainnya mengatakan, “Saya tidak pernah dapat mengerti mengapa kami berlatih selokan dan lumpur di Salisbury sementara kami sebetulnya akan berperang di Eropa Utara. Kemudian kami dikirim ke Falkland, dan saya berkata kepada teman saya, ‘Setan! Tempat ini sungguh seperti rumah sendiri.’” Tradisi adalah tali pengikat yang kuat. Seorang komando Marinir Kerajaan mengatakan kepada 45 pasukan komandonya, “Kita berbaris dari Normandia ke Berlin. Sudah pasti kita sanggup berbaris 120 km. ke Stanley.” Seorang tentara berkata: “Saya pasti akan dikutuki bila saya mengecewakan teman-teman yang bertempur di Arnhem.” Ini adalah kata-kata dari pasukan professional yang bangga, terlatih keras dan penuh percaya diri.
Kontrasnya sangat jelas, dan kedua belah pihak paham benar. Seorang tentara Argentina berkata: “Bila saya memiliki perwira- perwira sungguhan, yang laki-laki sungguhan, mungkin saya akan tetap bertahan. Tak mungkin! Saya orang Argentina, dan kami diciptakan bukan untuk membunuh orang lain. Kami suka makan, nonton film, minum-minum, dansa. Kami tidak seperti orang-orang Inggris. Mereka tentara-tentara professional – perang adalah bisnis mereka.”
Pelajaran dari Perang Falkland
Perang Falkland atau Malvinas membangkitkan sejumlah pemikiran mengenai sebab-sebab konflik antar bangsa. Perang ini pun menantang sejumlah asumsi tentang konflik yang telah menjadi aksioma di antara kaum profesional dalam politik. Asumsi aksiomatik pertama yang ditantang oleh Perang Malvinas/Falkand adalah pendapat bahwa negara-negara “yang lebih lemah” biasanya tidak akan menyerang “yang lebih kuat”, khususnya negara-negara nuklir. Yang kedua menantang asumsi bahwa para pemimpin melakukan perang untuk mengalihkan perhatian warganya dari masalah-masalah dalam negeri. Perang Malvinas/Falkland juga menunjukkan potensi berbahaya ketika pemimpin keliru memperkirakan kepentingan lawan, bahaya kekeliruan persepsi dari watak seorang kepala pemerintahan, dan pentingnya perspektif-perspektif budaya dan sejarah.
Siapa yang akan mengira bahwa Argentina, sebuah negara yang terisolir akan pergi berperang melawan pelanggan terbesarnya dalam ekspor hasil pertanian – Inggris? Siapa yang akan menyangka bahwa negara ini, yang dalam sejarahnya tidak pernah sungguh-sungguh berperang sejak abad ke-19, akan menantang sebuah negara yang memiliki kemampuan nuklir? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris, sebuah anggota Dewan Keamanan PBB dan NATO, akan berperang gara-gara setumpukan batu karang terasing yang dihuni oleh segelintir gembala di Samudera Atlantik Selatan? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris akan pergi berperang untuk mempertahankan sisa-sisa Imperiumnya 37 tahun setelah Perang Dunia II?
Masalah-masalah ekonomi yang serius, kekalahan oleh Inggris pada tahun 1982 setelah usaha yang gagal untuk merebut Kep. Falkland/Malvinas, kemuakan publik terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang parah, dan tuduhan-tuduhan yang meningkat telah bersama-sama mendiskreditkan dan memperlemah rezim militer Argentina. Hal ini mendorong transisi bertahap dan membawa negara itu kepada pemerintahan yang demokratis. Dengan tekanan publik, junta militer Argentina akhirnya menghapuskan larangan-larangan terhadap partai-partai politik dan memulihkan kebebasan-kebebasan politik yang mendasar. Argentina berhasil kembali kepada demokrasi dengan damai.
Pemulihan hubungan diplomatik
Argentina memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Inggris. Pada September 1995, Argentina dan Inggris menandatangani suatu perjanjian untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas di Atlantik Barat Daya, dan menghapuskan masalah yang potensial sulit serta membuka jalan untuk kerja sama lebih jauh antara kedua negara. Pada tahun 1998, Presiden Menem mengunjungi Inggris dalam kunjungan resmi pertama oleh seorang presiden Argentina sejak tahun 1960-an.
Perang Teluk I
Perang Teluk Persia I atau Gulf War disebabkan atas Invasi Irak atas Kuwait 2 Agustus 1990 dengan strategi gerak cepat yang langsung menguasai Kuwait. Emir Kuwait Syeikh Jaber Al Ahmed Al Sabah segera meninggalkan negaranya dan Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Irak dengan nama Saddamiyat Al-Mitla` pada tanggal 28 Agustus 1990, sekalipun Kuwait membalasnya dengan serangan udara kecil terhadap posisi posisi Irak pada tanggal 3 Agustus 1991 dari pangkalan yang dirahasiakan.
Latar belakang
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.
Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat), serta beberapa negara di kawasan Asia. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan.
Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad yang diawali serangan serangan udara atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.
Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Sovyet rakitan Irak, serta melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Sovyet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Sovyet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.
Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
Perang Biafra
PERANG Saudara Nigeria atau Perang Biafra dimulai pada 6 Juli 1967 hingga 13 Januari 1970. Konflik politik ini melibatkan Nigeria dan Biafra. Pemicunya adalah usaha pemisahan provinsi Nigeria di tenggara sebagai Republik Biafra yang merdeka. Pada 1960, Nigeria mendapatkan kemerdekaan dari Inggris. Enam minggu kemudian terjadi kerusuhan etnis. Pada 30 Mei 1967, Letnan Kolonel Odumegwu Ojukwu dan koleganya mendirikan Republik Biafra yang terdiri dari beberapa wilayah Nigeria. Setelah usaha diplomatis yang diusahakan Nigeria menemui kegagalan, perang antara keduanya terjadi.
Tentara Ojukwu membuat sejumlah kemajuan, namun militer Nigeria berhasil mengurangi jumlah wilayah Biafra. Pada 11 Januari 1970 Nigeria menduduki ibu kota Provinsi Owerri, salah satu kubu terakhir Biafra. Ojukwu melarikan diri ke Pantai Gading. Beberapa hari kemudian Biafra menyerah pada Nigeria.
Quote:
Republik Biafra adalah sebuah negara pecahan yang pernah ada di sebelah tenggara Nigeria selama jangka waktu sekitar tiga tahun antara 30 Mei 1967 hingga 15 Januari 1970.Biafra diakui oleh beberapa negara termasuk Afrika Selatan namun dukungannya kepada kebijakan apartheid membuatnya kehilangan kesempatan dari kemungkinan mendapatkan dukungan dari berbagai negara Afrika lainnya.
Pada Januari 1966, para tentara Nigeria dari suku Ibo melakukan upaya kudeta yang akhirnya gagal dan cepat ditumpas. Dari Mei hingga September tahun yang sama, migran-migran Ibo di sebelah utara Nigeria menjadi sasaran pembunuhan massal. Letnan Kolonel Chukwuemeka Odumegwu Ojukwu yang memerintah bagian timur Nigeria saat itu, dan sendiri merupakan seorang Ibo, menyatakan wilayah timur tersebut sebagai negara merdeka yang beribukotakan Enugu.
Nigeria merespon dengan memblokir aliran keuangan, dan kemudian dengan kekerasan. Pertempuran terus berlangsung antara kedua belah pihak hingga tahun 1970, di mana Ojukwu akhirnya melarikan diri ke luar negeri dan Biafra kembali dimasukkan sebagai wilayah Nigeria. Dalam konflik selama tiga tahun tersebut, sekitar 1 juta orang diperkirakan menjadi korban, kebanyakan meninggal karena kelaparan dan penyakit.
Perang Lebanon 1982
Perang Lebanon 1982 adalah sebuah perang antara Israel dan Lebanon yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1982 ketika Angkatan Bersenjata Israel menyerang Lebanon Selatan. Pemerintahan Israel melancarkan invasi sebagai respon dari usaha pembunuhan duta besar Israel kepada Inggris, Shlomo Argov oleh Organisasi Abu Nidal.
Setelah perang antara Arab dan Israel tahun 1948, Lebanon menjadi rumah untuk lebih dari 110.000 pengungsi Palestina dari rumah mereka di Israel. Pada tahun 1970 dan 1971, PLO ikut serta dalam usaha untuk menjatuhkan kekuasaan monarko Yordania,[1] dimana membuat jumlah besar dari pejuang palestina dan pengungsi pindah ke Lebanon. Pada tahun 1975, terdapat lebih dari 300.000 pengungsi, membuat PLO menjadi pasukan kuat dan bermain peran penting saat perang saudara Lebanon. Kekacauan yang berlanjut antara Israel dan PLO dari tahun 1968, membuat terjadinya Operasi Litani.
sumber: http://www.indonesiaindonesia.com/f/87897-sejarah-daftar-perang-pernah-terjadi-dunia/index6.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar